Christopher Rungkat Jatuh Bangun Memburu Grand Slam

Christopher Rungkat
Sumber :
  • VIVA.co.id/Rimba Laut

VIVA.co.id - Prestasi manis berhasil ditorehkan petenis nomor satu Indonesia saat ini, Christopher Rungkat. Selama tiga minggu berturut-turut, petenis kelahiran Jakarta 14 Januari 1990 tersebut mampu menggondol sejumlah gelar juara. Baik tunggal maupun ganda putra dalam tiga turnamen futures senilai US$10 ribu di Indonesia.

Nasib Tim Davis Indonesia Ditentukan Hari Ini

Untuk nomor tunggal, Chris mampu juara di seri pertama yang berlangsung di Tarakan, Kalimantan Timur. Kemudian, di Tegal tembus babak perempatfinal dan seri ketiga yang berlangsung di Kuningan, Jakarta, sukses menjadi finalis.

Sedangkan di ganda putra, prestasi petenis yang pernah menembus peringkat 241 dunia itu jauh lebih mengkilap. Berpasangan dengan pemain Jepang, Toshihide Matsui, mampu mencatat hasil sebagai finalis di seri pertama dan juara di seri kedua serta ketiga.

Aksi Kocak Kuartet Tim Piala Davis Indonesia Usai Kegagalan

Dengan hasil-hasil mengesankan tersebut, dapat dipastikan mantan juara ganda putra Grand Slam Prancis Terbuka junior itu akan kembali menjejakkan kakinya di peringkat 400 besar dunia baik nomor tunggal dan ganda putra.

Akan tetapi, untuk mewujudkan cita-citanya menjadi petenis dunia ternyata banyak pengorbanan yang dilakukan oleh seorang Christopher Rungkat. Mimpi buruk sempat menghantuinya, ketika cedera datang menghampiri.

Kerbau Albino Diundang ke Gedung Pemerintah, Harganya Rp7,8 Miliar

Namun demikian, rasa cinta kepada dunia tenis membuatnya terus berjuang sekalipun harga yang harus dibayar tidaklah sedikit. Peraih tiga medali emas Sea Games 2011 itu masih bertekad keras untuk kembali tampil di ajang terbesar di tenis, yakni turnamen grand slam.

Chris, yang kini menempati peringkat 489 dunia pernah bertanding di babak kualifikasi Grand Slam Australia Terbuka 2013. Sayang, Chris sudah harus angkat koper di babak pertama kualifikasi dengan menyerah di tangan petenis yang lebih berpengalaman asal Kanada, Peter Polansky dengan skor 6-3, 6-2.

Lalu, dengan statusnya sebagai satu-satunya petenis putra Indonesia yang berkibar di tenis internasional, apa yang menjadi misi berikutnya?

Dan bagaimana sesungguhnya dukungan pemerintah terhadap dunia pertenisan nasional saat ini?

Berikut adalah wawancara eksklusif VIVA.co.id bersama Christopher Rungkat, Minggu 19 April 2015:

Apa yang menjadi target ke depannya?

Tahun depan bisa bermain di kualifikasi Grand Slam Australia Terbuka 2016. Tahun ini, sementara saya sudah jalani sembilan turnamen internasional dan hingga akhir tahun berusaha ikuti 25-28 turnamen. Sekarang, saya lebih utamakan kualitas dibandingkan kuantitas.

Habis tiga turnamen futures di Indonesia, apa pertandingan berikutnya?

Hari Minggu, 19 April 2015, langsung berangkat ke Bangkok, Thailand. Selama dua minggu bertanding di sana, kemudian kembali lagi ke Jakarta untuk persiapan Sea Games.



Target di Sea Games 2015?

Saya lebih menargetkan ke nomor individual. Waktu di Sea Games 2011, posisi saya underdog, atau tidak dijagokan tapi ternyata bisa dapat emas tunggal putra. Hasil empat tahun lalu, membuat status saya tahun ini di Sea Games jadi paling difavoritkan untuk kembali meraih emas.

Sebagai juara bertahan, tentu saya berharap bisa meraih emas lagi. Selain itu, kalau peraturannya masih sama dimana bisa bermain lebih dari tiga nomor maka saya akan usahakan untuk raih emas juga di nomor beregu putra, ganda putra dan ganda campuran.

Untuk nomor ganda putra, biasanya berpasangan dengan Elbert Sie. Namun, karena Elbert sudah beralih profesi jadi pelatih maka minggu depan saya mencoba dulu main ganda bersama Sunu Wahyu Trijati di Bangkok.

Tim terberat di Sea Games?

Masih dengan Thailand, musuh bebuyutan Indonesia. Tapi, negara lainnya, seperti Filipina dan kuda hitam Vietnam tetap perlu diwaspadai. Target beregu putra Indonesia minimal final.

Mengenai cedera bagaimana?

Syukurlah, mulai start main lagi di April 2014 sampai sekarang sudah tidak ada masalah. Tim dokter sudah menyatakan bahwa saya bebas dari cedera.

Bagaimana dengan sistem latihan sekarang?

Sepanjang tahun 2014, hanya 2-3 bulan saja saya berlatih di Indonesia. Sisanya, saya traveling bersama Robert Davis selama 10-12 minggu, belum kalau traveling sendiri. Jadi, kebanyakan kalau ke Indonesia setelah selesai melakukan tur internasional baru istirahat.

Sejauh ini, apakah pemerintah terus mendukung pertenisan Indonesia?

Situasi tenis memang berbeda dengan cabang olahraga lainnya, seperti atletik. Di tenis, pertandingannya setiap minggu selalu ada dan mayoritas memang pertandingan individual.

Menurut saya, dukungan pemerintah masih sangat kurang. Apalagi untuk mendukung seorang atlet tenis profesional sangat kurang, tapi berharap dengan adanya proyek Asian Games 2018 bisa lebih baik dibandingkan tahun lalu.

Di sini, KONI dan Menpora seharusnya membantu atau membimbing atlet, khususnya yang sudah berstatus atlet nasional. Khususnya tenis yang murni individual dimana biayanya tidak sedikit. Rata-rata saja biaya seorang atlet tenis profesional bersama pelatihnya saja menghabiskan dana sekitar US$60.000 hingga US$100.000 per tahun.

Bagi saya sebagai atlet profesional, beban biaya sebesar itu sangat berat. Kalau saja KONI dan Menpora mau membantu, akan sangat meringankan.



Saat ini, siapa saja yang mendukung?

Dari Pelti, ada sedikit bantuan. Namun, dengan kondisi sekarang, hal itu sangat membantu. Selain itu, mulai akhir 2014, saya didukung sama New Balance, Oakley dan TIMEX Indonesia. Untuk mendapatkan tiga brand tersebut, sangat membantu saya dalam memiliki setiap perlengkapan, seperti sepatu dan lainnya.

Berapa lama akan bertahan di tenis?

Saya cinta dengan dunia tenis. Sejak kecil, senang tenis ditambah lagi dengan latarbelakang keluarga yang juga mencintai tenis sehingga dari awalnya hobi sekarang sudah menjadi pekerjaan. Dan selama passion, atau hasrat saya masih di tenis maka akan selama itu ada di tenis, termasuk kalaupun usia sudah di atas 30 tahun.

Siapa yang paling berpengaruh dalam karier tenis selama ini?

Sudah pasti keluarga. Kemudian, ada Martina Widjaja dengan tipe wanita pekerja keras yang selalu membuat saya juga menjadi pribadi yang tidak pernah merasa cepat puas.

Beliau seringkali memotivasi saya untuk memberikan prestasi yang lebih baik lagi, demikian halnya dengan pelatih Robert Davis. Bersama Davis, sudah delapan tahun dan sempat off selama dua tahun.

Pernah berpikiran pensiun dini?

Terus terang pernah. Apalagi saat di awal tahun 2014, dimana dari Januari hingga awal April merupakan kondisi yang parah dalam karier saya akibat cedera berat.

Selama menjalani pemulihan cedera, saya kehilangan banyak poin dan peringkat dunia. Ketika mulai bermain lagi, saya harus merangkak dari babak kualifikasi turnamen kelas US$10 ribu, kalah dari lawan yang biasanya dengan mudah saya singkirkan sebelumnya dan tumbang di babak-babak awal turnamen internasional.

Kemudian, misalnya saat saya tur di Sri Lanka bulan Februari lalu. Kondisinya waktu itu sulit sekali, kalah di babak pertama, bertanding seorang diri dan di akhir minggunya sempat berpikiran apakah harus terus bertahan di tenis atau berhenti saja.

Akan tetapi, saya coba evaluasi diri sendiri. Ingat lagi bahwa main di tenis, karena memang saya cinta olahraga ini sehingga dengan itulah membuat saya akhirnya tetap memutuskan maju terus dan bangkit lagi. Saya yakinkan diri sendiri bahwa pasti bisa.

Bagaimana dengan pemain pelapis di putra saat ini?

Ini yang dikhawatirkan sekarang, karena terus terang belum ada pemain pelapis yang bisa mengikuti jejak saya. Dulu, masa transisi saya dari level junior ke senior, terus terang saya bisa maju juga karena dorongan para senior.

Saya bisa maju karena juga banyak kompetisi baik lokal dan internasional. Saat umur 17 tahun pun, masih banyak senior seperti Febi Widianto, Hendri Susilo Pramono, Prima Simpatiaji atau Sunu Wahyu Trijati.

Sayangnya, sekarang malah jumlah turnamen di dalam negeri sangat kurang. Apalagi kualitas turnamennya jauh berkurang sehingga sulit bagi para pemain tenis junior Indonesia untuk berkembang lebih jauh.

Jadi, salah satu cara untuk mendapatkan regenerasi saya selama satu dekade ke depan mau tak mau para pemain junior harus berani turun dari satu turnamen ke turnamen berikutnya. Junior-junior harus buka mata juga bagaimana bertanding di level futures dan latihan dengan ekstra keras.

Kita sudah ketinggalan jauh dengan China, Jepang dan Korea Selatan yang sudah memiliki banyak bintang-bintang tenis muda. Mereka sudah mengorbit di turnamen kelas dunia, contoh nyata adalah Kei Nishikori asal Jepang.

Sudah ada rencana untuk menikah?

Kepikiran menikah ada, tapi saya masih fokus untuk melanjutkan karir di tenis. Paling sekitar 5-6 tahun lagi, baru bisa memutuskan untuk menikah. Sekarang saja, nggak terasa kalau saya sudah berusia 25 tahun. (ase)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya